Pengembangan
kurikulum, sejalan dengan perkembangan pemikiran mengenai hakikat ilmu dan
tekhnologi, masyarakat dan pembangunan, aspirasi bangsa dan futurologi (abad21)
telah melahirkan berbagai pendekatan dan model dalam pengembangan kurikulum.
Dari
sekian banyak model pengembangan kurikulum, pada umumnya diberi nama sesuai
dengan nama pembuat model itu sendiri. Disamping itu, terdapat pula pemberian
nama model yang lebih mengacu pada prosedur pengembangan kurikulum itu sendiri.
Di bawah ini dikemukakan beberapa model pengembangan kurikulum, diantaranya
adalah sebagai berikut.
1.
Model
TylerModel Tyler
Model
Tyler menekankan pada bagaimana merancang suatu kurikulum disesuaikan dengan
tujuan dan misi suatu institusi pendidikan.
·
Tujuan
pendidikan apa yang ingin dicapai ?
Dalam
pengembangan kurikulum kegiatan merumuskan tujuan merupakan langkah pertama dan
utama yang harus dikerjakana, sebab tujuan merupakan arah atau sasaran
pendidikan. Dalam hal ini, Tyler mengajukan tiga sumber yang dapat digunakan
untuk mengindentifikasi tujuan pengembangan kurikulum, yaitu peserta didik,
masyarakat, dan mata pelajaran. Peserta didik sebagai sumber dalam merumuskan
tujuan. Langkah awal para pengembang kurikulum dalam merumuskan tujuan
pendidikan, adalah mengumpulkan dan menganalisis data yang relevan berkaitan
dengan kebutuhan dan minat peserta didik. Hal ini dapat dilakukan melalui
observasi, wawancara, tes, dan mengajukan pertanyaan. Masyarakat sebagai
sumber untuk merumuskan tujuan pendidikan. Pada langkah kedua ini
adalah mengadaka kajian terhadap kehidupan masyarakat saat kini baik kehidupan
masyarakat local, nacional, maupun global atau kehidupan masyarakat pada
umumnya. Dalam hal ini, para pengembang kurikulum dapat mengklasifikasikan
kehidupan masyarakat dalam berbagai kategori, seperti dilihat dari kehidupan
beragama, pekerjaan, kesehatan, keluarga, rekreasi, tingkat konsumtif, dan
peran kewarganegaraan. Dari kajian terhadap kebutuhan masyarakat tersebut
selanjutnya dibuat daftar tujuan yang relevan untuk setiap area kebutuhan
masyarakat tersebut. Mata pelajaran sebagai sumber untuk merumuskan tujuan
pendidikan. Pada langkah ketiga dalam hal ini, para pengembang kurikulum
memperluas daftar tujuan pendidikan dengan menilai berbagai mata pelajaran yang
akan diajarkan dan kemudian membuat daftar tujuan yang diperoleh dari isi dan
keterampilan yang berhubungan dengan mata pelajaran tersebut. Setelah para
pengembang kurikulum menyusun daftar tujuan pendidikan yang berasal dari tiga sumber
tersebut, langkah selanjutnya adalah menyaring tujuan tersebut yang dianggap
paling penting dikaitkan dengan faktor filosofis dan psikologis.
·
Pengalaman
pendidikan apa yang memungkinkan dapat mencapai tujuan?
Setelah
tujuan ditetapkan, langkah selanjutnya adalah menentukan pengalaman
belajar yang dibutuhkan peserta didik untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Tyler mendefinisikan pengalaman belajar sebagai “interaction
between the learner and the external conditions in the environment to which he
can react”. Pengalaman belajar (learning experience) adalah
aktifitas peserta didik dalam berinteraksi dengan lingkungan. Dalam
pengembangan pengalaman belajar ini, disarankan menggunakan empat kategori
umum, yakni : pengembangan keterampilan berfikir, pemerolehan informasi,
pengembangan sikap sosial, dan pengembangan minat peserta didik. Pengalaman
belajar mengacu pada aktivitas peserta didik di dalam proses pembelajaran. Ada
beberapa prinsip dalam menentukan pengalaman belajar peserta didik pertama,pengalaman
belajar peserta didik harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Kedua,setiap
pengalaman belajar harus memuaskan peserta didik. Ketiga, setiap
rancangan pengalaman belajar dapat mencapai beberapa tujuan yang berbeda.
·
Bagaimana
pengalaman pendidikan dapat diorganisir secara efektif ?
Mengorganisasikan
pengalaman belajar peserta didik pada umumnya dapat dalam bentuk unit mata
pelajaran ataupun dalam bentuk program. Ada dua jenis pengorganisasian
pengalaman belajar, yaitu pengorganisasian secara vertikal dan horizontal.
Secara vertikal apabila menghubungkanpengalaman belajar dalam satu kajian yang
sama dalam tingkat/kelas yang berbeda. Secara horizontal jika menghubungkan
pengalaman belajar dalam tingkat/kelas yang sama ada kriteria dalam
mengorganisasi pengalaman belajar ini yaitu : berkesinambungan, urutan, isi,
dan integrasi. Prinsip pertama, artinya pengalaman belajar yang diberikan harus
memiliki kesinambungan dan diperlukan untuk mengembangkan pengalaman belajar
selanjutnya. Prinsip kedua, erat hubungan dengan kontunuitas, perbedaan dengan
prinsip kedua terletak pada tingkat kesulitan dan keluasan bahasan, artinya
setiap pengalaman belajar yang diberikan kepada peserta didik harus
memperhatikan tingkat perkembangan peserta didik. Prinsip ketiga, menghendaki
bahwa suatu pengalaman yang diberikan pada peserta didik harus memiliki fungsi
dan bermanfaat untuk memperoleh pengalaman belajar dalam bidang lain.
·
Bagaimana
menetapkan atau mengetahui bahwa tujuan telah dicapai ?
Evaluasi
memegang peranan yang sangat penting dalam pengembangan kurikulum, karena
dengan evaluasi dapat ditentukan kurikulum yang digunakan sudah sesuai dengan
tujuan yang ingin dicapai oleh sekolah atau sebaliknya. Ada dua aspek yang
perlu diperhatikan dalam pengembangan evaluasi. Pertama, harus menilai
ketercapaian perubahan tingkah laku peserta didik sesuai dengan tujuan
pendidikan. Kedua, evaluasi sebaiknya menggunakan lebih dari satu alat
penilaian dalam suatu waktu tertentu. Evaluasi pengembangan kurikulum memiliki
dua fungsi yaitu, sumatif dan formatif. Fungsi sumatif berkaitan dengan
pengumpulan data tentang ketercapaian tujuan oleh peserta didik. Fungsi
formatif berkaitan dengan pelaksanaan evaluasi untuk melihat efektivitas proses
pembelajaran
2.
Model
Taba
Model
Hilda Taba (1962) lebih menitikberatkan pada bagaimana mengembangkan kurikulum
sebagai suatu proses perbaikan dan penyempurnaan kurikulum. . Taba (Oliva,1992)
mengembangkan lima tahap urutan dalam memenuhi perubahan kurikulum. Kelima
tahap yang dimaksud adalah sebagai berikut.
a.
Menghasilkan
unit-unit percobaan (pilot unit) melalui langkah-langkah berikut.
1)
Diagnosis
kebutuhan ; pengembangan kurikulum dimulai dengan menentukan kebutuhan peserta
didik, hal ini berkaitan dengan untuk siapa kurikulum dirancang. Taba
mengarahkan para pengembang kurikulum untuk mendiagnose gap defisiensi dan
variasi latar belakang peserta didik.
2)
Merumuskan
tujuan khusus; setelah mendiagnose kebutuhan peserta didik, langkah selanjutnya
merencanakan tujuan khusus yang ingin dicapai.
3)
Memilih
isi pelajaran; mata pelajaran atau topik yang menjadi kajian bersumber langsung
dari tujuan yang ingin dicapai. Taba menganjurkan bahwa yang harus
dipertimbangkan dalam pemilihan isi ini tidak hanya sasaran hasil, tetapi juga
arti dan kebenaran, tentang isi yang dipilih.
4)
Mengorganisasi
isi pelajaran; setelah pemilihan isi tugas selanjutnya memutuskan pada
tingkatan apa dan didalam urutan apa pokok materi akan ditempatkan. Kedewasaan
peserta didik, kesiap-siagaan mereka untuk menghadapi perihal pokok materi, dan
tingkatan prestasi akademis mereka adalah merupakan faktor untuk
dipertimbangkan didalam penempatan isi yang sesuai.
5)
Mengorganisasi
pengalaman belajar; metodologi atau strategi dimana peserta didik dilibatkan
dengan konten harus dipilih oleh pengembang kurikulum. internalisasi konten dan
aktivitas belajar peserta didik dipilih oleh guru sebagai pengembang kurikulum
dilapangan.
6)
Mengorganisasi
pengalaman belajar; guru menetapkan bagaimana mengemas aktivitas belajar dan
dalam urutan serta kombinasi yang akan digunakan. Pada langkah ini guru
menyesuaikan strategi bagi para peserta didik tertentu yang merupakan tanggung
jawabnya.
7)
Menetapkan
apa yang dievaluasi dan alat apa yang akan digunakannya; dalam hal ini guru
harus memutuskan tujuan apa yang telah terpenuhi. Guru harus memilih dari
berbagai tehnik yang paling sesuai untuk menaksir prestasi para peserta didik
dan untuk mentukan apakah tujuan dari kurikulum telah dicapai.
8)
Menguji
urutan dan keseimbangan isi kurikulum; Taba menasihati para pengembang
kurikulum untuk mencari konsistensi diantara berbagai komponen dari keseluruhan
pembelajaaran, disesuaikan dengan pengalaman belajar, tipe
belajar dan bentuk ungkapan
b.
Menguji
coba unit eksperimen untuk memperoleh data dalam rangka menentukan validasi dan
kelayakan penggunaannya. Maksudnya, apa yang telah direncanakan langkah
selanjutnya adalah melakukan uji coba dalam konteks pembelajaran, yang
kemudian selama proses uji coba tersebut di obsevasi dan di evaluasi sehingga
ditemukan aspek-aspek yang masih harus dikembangkan atau diperbaiki.
c.
Merevisi
dan mensosialisasikan unit-unit eksperimen berdasarkan data yang diperoleh
dalam uji coba. Maksudnya, apabila terdapat aspek yang masih belum sesuai
dengan harapan pada tahap uji coba, maka langkah selanjutnya adalah melakukan
revisi atau perbaikan, dan hasil revisi ini menjadi bahan untuk sosialisasi
terhadap yang berkepentingan terutama pada para pengembang kurikulum.
d.
Mengembangkan
keseluruhan kerangka kurikulum. Sejalan dengan hasil revisi maka langkah
selanjutnya melakukan uji validasi sehingga pada akhirnya menghasilkan bentuk
final dalam keseluruhan kerangka kurikulum baik tujuan, isi, proses maupun
evaluasi.
e.
Implementasi
dan diseminasi kurikulum yang telah teruji. Pada tahap ini, model final
kurikulum yang telah melalui proses uji validasi ini disesiminasikan atau
disebarluaskan kepada khalayak terutama kepada para pengembangan kurikulum atau
kepada pihak-pihak terkait.
3.
Model
Olivia
Menurut
Olivia suatu model kurikulum harus bersifat sederhana, komprehensif dan
sistematik. Langkah yang dikembangkan dalam kurikulum model ini terdiri atas 12
komponen yang satu sama lain saling berkaitan. Kedua belas langkah yang
dimaksud adalah sebagai berikut.
Menurut
Olivia, model yang dikembangkan ini dapat digunakan dalam tiga dimensi. Pertama
dapat digunakan dalam penyempurnaan kurikulum sekolah dalam bidang-bidang
khusus. Kedua, untuk membuat keputusan dalam merancang suatu program kurikulum.
Ketiga, untuk mengembangkan program pembelajaran secara lebih khusus.
4.
Model
Beauchamp
Model
ini diformulasikan oleh GA.Beuchamp, yaitu mengemukakan lima lanhkah penting
dalam pengambilan keputusan pengembangan kurikulum, yaitu sebagai berikut.
a.
Menentukan
arena pengembangan kurikulum yang dilakukan, yaitu berupa kelas, sekolah,
system persekolahan regional atau nasional.
b.
Memilih
dan menetapkan pihak-pihak yang akan terlibat dalam proses pengembangan
kurikulum. Dalam hal ini, pengembangan kurikulum dapat melibatkan para ahli
kurikulum, kelompok professional, penyuluh pendidikan dan masyarakat.
c.
Menetapkan
prosedur yang akan ditempuh. Pada tahap ini, kegiatan yang dilakukan adalah
mengorganisasikan dan menentukan perencanaan kurikulum yang meliputi penentuan
tujuan, materi dan kegiatan belajar, serta evaluasinya. Keseluruhan prosedur
itu selanjutnya dilaksanakan dalam lima langkah, yaitu:
1)
Membentuk
tim pengembang kurikulum
2)
melakukan penilaian terhadap kurikulum yang
sedang berjalan
3)
Melakukan
studi atau penjajagan tentang penentuan kurikulum baru
4)
Merumuskan
kriteria alternatif pengembangan kurikulum
5)
Menyusun
dan menulis kurikulum yang dikehendaki
d.
Pelaksanaan
kurikulum secara sistematis di sekolah. Pada tahap ini segala
sesuatunya harus dipersiapkan secara matang terutama
yang dapat mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap
efektifitas penggunaan kurikulum.
e.
Melakukan
penilaian. Secara menyeluruh evaluasi meliputi: evaluasi terhadap pelaksanaan
kurikulum oleh guru-guru di sekolah, evaluasi terhadap desain kurikulum,
evaluasi terhadap peserta didik, dan evaluasi terhadap seluruh sistem
pengembangan kurikulum.
5. Modal
Gagne
Gagne
menganjurkan suatu pendekatan sistem untuk mendesain pembelajaran yang
didasarkan pada pemikiran logis, sistematis, tes-empiris, dean penemuan fakta.
Menurutnya, manfaat utama pendekatan sistem, di antaranya ialah dapat
memberikan dasar akuntabilitas sistem, model rancangan pembelajaran Gane
terdiri dari 12 langkah, yaitu sebagai berikut:
a. Analisis
kebutuhan;
b. Analisis
tujuan umum dan tujuan khusus;
c. Analisis
cara alternatif yang sesuai dengan kebutuhan;
d. Merancang
komponen-komponen kebutuhan;
e. Analisis
sumber dan kendala;
f. Kegiatan
mengatasi kendala;
g. Memilih
atau mengembangkan bahan;
h. Merancang
kebutuhan kinerja peserta didik;
i. Melakukan
tes dan evaluasi formatif;
j. Melakukan
penyesuaian, refisi, dan evaluasi berikutnya;
k. Sistem
evaluasi sumatif, dan
l. Pelaksanaan.
6. Model
Robinson
Model
pengembangan kurikulum ini terkait dengan model inkuri dan pemecahan masalah,
sebagaimana dikemukakan Robinson dkk. Bahwa rancangan kurikulumnya ditekankan
untuk menjamin bahwa program inkuiri dapat dengan mudah dipadukan pada
kurikulum sekolah. Pendekatan ini dimulai dengan tugas-tugas spesifik, yang
dikenal dengan tugas permukaan (surface tasks). Tugas tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Mengembangkan
pernyataan tujuan umum;
b. Mengembangkan
perangkat tujuan yang dapat dipertahankan;
c. Mengembangkan
deskripsi pertumbuhan;
d. Mengembangkan
tujuan khusus pembelajaran;
e. Mengurutkan
tujuan;
f. Menyusun
skema pertumbuhan yang terkait dengan metode=metode pembelajaran dan penilaian;
g. Mengembangkan
bahan-bahan kurikulum tertulis.
7. Metode
Weimtein dan fantini
Weinstein
dan fatini (1970) mengembangkan suatu model yang disebut dengan pendidikan
identitas (identity education). Fokus dari model ini adalah untuk memastikan
dan mendiagnosa perhatian peserta didik sehingga dapat disusun pelajaran
berkisar pada perhatian tersebut. Model pengembangan kurikulum model weinstein
dan fantini ini dapat dilihat pada diagram berikut ini.
Pengembangan
kurikulum model Fantini – Weinstein ini terdiri atas delapan langkah, yang
masing-masing langkah, adalah sebagai berikut ini:
a. dilakukan
identitas terhadap peserta didik (penilaian terhadap karakteristik peserta
didik yang dipengaruhi oleh faktor individual, sosial-ekonomi, geografis, dan
sebagainya);
b. dilakukan
penetapan perhatian sekaligus mengdiagnosa alasan yang mendasarinya.
c. Peserta
didik diberi kesempatan untuk mencapai hasil yang diinginkan;
d. Pengembangan
tema untuk mengorganisasi pelajaran;
e. Guru
memilih wahana isi (pelajaran) untuk mencapai hasil yang diinginkan;
f. Dikembangkan
strategi mengajar yang sesuai dengan keterampilan belajar, wahana isi,
organisasi ide, dan hasil;
g. Guru
berusaha untuk mengevaluasi efek kurikulum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar